Sunday, June 14, 2009

Like a Rainbow


"merah, kuning, hijau..... di langit yang biru...."

Sepenggal lagu di masa kecil memulai curhatan kali ini. Beberapa teman di FB mengeluhkan mengenai hidupnya. Ada yang bilang susah, ada yang mengeluh "kenapa hidup begini?, kenapa hidup begitu". Tapi tidak sedikit juga yang selalu bersabar. Namun yang lain ada pula yang sampai menitikkan air mata dengan sebagian lain tersenyum karena mendapat kebahagiaan.

Yah, begitulah hidup. Kadang di atas, kadang di bawah. Kadang maju, kadang harus mundur. Kadang senang, kadang sedih. Jadi teringat perkataan seorang "guru"-ku. Beliau mengatakan betapa indahnya pelangi, karena dia berwarna-warni. Bayangkan jika pelangi hanya Merah saja, atau Hijau saja, atau Hitam terus?? (emang ada di mejikuhibiniu warna hitam? kayaknya gak ada ya?), pasti gak indah lagi kalo warna pelangi hanya satu macam saja.

Jika kita analogikan dalam hidup, ya begitu juga adanya. Hidup pun harus penuh warna. Kadang kita menjadi merah, kadang hijau, kadang kuning dan sebagainya. Masalah boleh menghampiri kita, tapi toh dia akan datang dan pergi. Saat dia datang, kita sambut dengan kesabaran. Dan saat dia pergi kita iringi kepergiannnya dengan rasa syukur. Syukur karena kita telah bisa (lagi) melewati satu ujian. Syukur karena kita dapat membuktikan (setidaknya pada diri sendiri) kita tidak lemah dan jatuh hanya karena satu masalah saja.

Mungkin mudah dikatakan, tapi dilakukan memang kadang lebih sulit. Tapi ya itulah kita. That's why we called HUMAN. Seorang "guru" yang lain pernah mengatakan manusia itu bisa menjadi lebih mulia dari "Malaikat", namun di sisi hitamnya bisa lebih buruk dari "Setan". Jika dia bisa menjaga dirinya dalam kebaikan dan jalan yang "lurus", maka bukan tidak mungkin dia lebih baik dari malaikat, karena malaikat tidak memiliki nafsu, sedangkan manusia bisa "mengalahkan" nafsu untuk melakukan keburukan. Sedangkan manakala dia melakukan keburukan, bisa jadi dia lebih buruk dari setan, karena setan memang sudah ditakdirkan untuk mengajak manusia kepada keburukan, tapi manusia diberi pilihan untuk menjadi baik.

Betapa uniknya manusia ini. Diberi pilihan untuk berada di tengah, diberi pilihan untuk menjadi hitam dan putih. Diberi pilihan to stand beetwen Angels & Demons. Diberikan pengalaman untuk merasakan berbagai warna. Diberi kesempatan untuk selalu melakukan harmonisasi. Setelah jatuh, diberi kesempatan berdiri kembali. Setelah hitam, ada kesempatan menjadi putih.

Hitam dan Putih

Menemukan diri berada diantara hitam dan putih-nya hidup (dan tentu saja di antara warna-warna yang lain), itulah manusia. Maka betapa sedihnya saat semua saling meng-klaim otorisasi menentukan hitam dan putih. Si A meng-klaim dirinya putih, Si B meng-klaim si A hitam. Padahal kita manusia, bukan malaikat, bukan pula setan. Kita adalah makhluk "antara". Menemukan keseimbangan jauh lebih berharga ketimbang selalu mencari-cari hitam dan putih.

Begitu pun saat menilai dirinya, ada yang merasa dengan bertubi-tubinya masalah yang dihadapi menganggap bahwa hitam-lah dirinya, dan menjadi iri kepada si putih yang "terlihat" selalu dalam kebahagiaan. Padahal kita tidak hanya memiliki akal, melainkan juga "jiwa" atau "hati", siapa yang tahu bahwa si putih itu selalu putih adanya? mungkin saja dia juga merasa hitam di hatinya, sedih dalam kebahagiaan?

Dari kenyataan ini lah Sabda Rasul Muhammad S.A.W kembali terbukti. Beliau mengatakan "Betapa ajaibnya kehidupan manusia itu, di saat senang mereka bersyukur, di saat tertimpa musibah dia bersabar" (maaf jika tidak persis kalimat sesuai hadistnya). Dari sini kita dapat mengambil pelajaran, ada baiknya kita bersikap "biasa" saja, atau seperlunya saja. Saat mendapat kesenangan, ya berbahagia dengan secukupnya saja, tidak lupa bersyukur. Saat "merasa" tertimpa musibah, ya bersedih "secukupnya" pula, lebih penting mengirinya dengan sabar.

Semoga diri ini bisa pula melalui hidup dengan syukur dan sabar....

No comments:

Post a Comment